Undang-undang
yang di amandemen setelah reformasi
Dalam perkembangan dunia dan ilmu
pengetahuan dan teknologi memasuki abad 21, hukum di Indonesia mengalami
perubahan yang mendasar, hal ini adanya perubahan terhadap Undang-Undang Dasar
1945, perubahan (amandemen) dimaksud sampai empat kali, yang dimulai pada
tanggal 19 Oktober 1999 mengamandemen 2 pasal, amandemen kedua pada tanggal 18
Agustus 2000 sejumlah 10 pasal, sedangkan amandemen ketiga pada tanggal 10
November 2001 sejumlah 10 pasal, dan amandemen keempat pada tanggal 10 Agustus
2002 sejumlah 10 pasal serta 3 pasal Aturan Peralihan dan Aturan Tambahan 2
pasal, apabila dilihat dari jumlah pasal pada Undang -Undang Dasar 1945 adalah
berjumlah 37 pasal, akan tetapi setelah diamandemen jumlah pasalnya melebihi 37
pasal, yaitu menjadi 39 pasal hal ini terjadi karena ada pasal-pasal yang
diamandemen ulang seperti pasal 6 A ayat 4, pasal 23 C.
1. Struktur Pemerintahan Indonesia Berdasarkan UUD 1945
Demokrasi Indonesia merupakan sistem pemerintahan dari rakyat, dalam arti
rakyat sebagai asal mula kekuasaan negara sehingga rakyat harus ikut serta
dalam pemerintahan untuk mewujudkan suatu cita-citanya.
Demokrasi di Indonesia sebagaiman tertuang dalam UUD 1945 mengakui adanya
kebebasan dan persamaan hak juga mengakui perbedaan serta keanekaragaman
mengingat Indonesia adalah " Bhineka Tunggal Ika ". Secara filosofi
bahwa Demokrasi Indonesia mendasarkan pada rakyat.
Secara umum sistem pemerintahan yang demokratis mengandung unsur-unsur penting
yaitu :
a. Ketertiban warga negara dalam pembuatan keputusan politik.
b. Tingkat persamaan tertentu diantara warga negara.
c. Tingkat kebebasan atau kemerdekaan tertentu yang diakui dan dipakai oleh
warga negara.
d. Suatu sistem perwakilan.
e. Suatu sistem pemilihan kekuasaan mayoritas.
Dengan unsur -unsur diatas maka demokrasi mengandung ciri yang merupakan
patokan bahwa warga negara dalam hal tertentu pembuatan keputusan-keputusan
politik, baik secara langsung maupun tidak langsung adanya keterlibatan atau
partisipasi.
Oleh karena itu didalam kehidupan kenegaraan yang menganut sistem demokrasi,
selalu menemukan adanya supra struktur politik dan infra struktur politik
sebagai pendukung tegaknya demokrasi. Dengan menggunakan konsep Montesquiue
maka supra struktur politik meliputi lembaga legislatif, lembaga eksekutif, dan
lembaga yudikatif. Di Indonesia dibawah sistem UUD 1945 lembaga-lembaga negara
atau alat-alat perlengkapan negara adalah :
a. Majelis Permusyawaratan Rakyat
b. Dewan Perwakilan Rakyat
c. Presiden
d. Mahkamah Agung
e. Badan Pemeriksa Keuangan
Alat perlengkapan diatas juga dinyatakan sebagai Supra Struktur Politik. Adapun
Infra Struktur Politik suatu negara terdiri lima komponen sebagai berikut :
a. Partai Politik
b. Golongan Kepentingan (Interest Group)
c. Golongan Penekan (Preassure Group)
d. Alat Komunikasi Politik (Mass Media)
e. Tokoh-tokoh Politik
2. Pembagian Kekuasaan
Bahwa kekuasaan tertinggi adalah ditangan rakyat, dan dilakukan menurut
Undang-Undang Dasar sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 adalah
sebagai berikut :
a. Kekuasaan Eksekutif didelegasikan kepada Presiden (Pasal 4 ayat 1 UUD 1945)
b. Kekuasaan Legislatif, didelegasikan kepada Presiden dan DPR dan DPD (pasal 5
ayat 1, pasal 19 dan pasal 22 C UUD 1945).
c. Kekuasaan Yudikatif, didelegasikan kepada Mahkamah Agung (pasal 24 ayat 1
UUD 1945)
d. Kekuasaan Inspektif atau pengawasan didelegasikan kepada Badan Pengawas
Keuangan (BPK) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), hal ini dimuat pada pasal 20
A ayat 1.
e. Dalam UUD 1945 hasil amandemen tidak ada kekuasaan Konsultatif, sebelum UUD
diamandemen kekuasaan tersebut dipegang oleh Dewan Pertimbangan Agung (DPA)
3. Sistem Pemerintahan Negara Menurut UUD 1945 Hasil Amandemen
Sebelum adanya amandemen terhadap UUD 1945, dikenal dengan Tujuh Kunci Pokok
Sistem Pemerintahan Negara, namun tujuh kunci pokok tersebut mengalami suatu
perubahan. Oleh karena itu sebagai Studi Komparatif sistem pemerintahan Negara
menurut UUD 1945 mengalami perubahan.
a. Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum (Rechtstaat ).
Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtstaat ), tidak berdasarkan atas
kekuasaan belaka (Machtstaat), mengandung arti bahwa negara, termasuk
didalamnya pemerintahan dan lembaga - lembaga negara lainnya dalam melaksanakan
tindakan apapun.
b. Sistem Konstitusi
Pemerintah berdasarkan atas sistem konstitusi (hukum dasar), tidak bersifat
absolut (kekuasaan yang tidak terbatas).
Sistem ini memberikan penegasan bahwa cara pengendalian pemerintahan dibatasi
oleh ketentuan - ketentuan konstitusi dan juga oleh ketentuan-ketentuan hukum
lain merupakan produk konstitusional.
c. Presiden ialah penyelenggara pemerintahan negara yang tertinggi disamping
MPR dan DPR.
Berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen 2002, Presiden penyelenggara pemerintahan
tertinggi disamping MPR dan DPR, karena Presiden dipilih langsung oleh rakyat.
UUD 1945 pasal 6 A ayat 1, jadi menurut UUD 1945 ini Preiden tidak lagi
merupakan mandataris MPR, melainkan dipilih oleh rakyat.
d. Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR.
e. Menteri Negara ialah pembantu Presiden, Menteri Negara tidak bertanggung
jawab kepada DPR. Presiden dalam melaksanakan tugas dibantu oleh
menteri-menteri negara, pasal 17 ayat 1 (hasil amandemen).
f. Kekuasaan Kepala Negara Tidak Tak Terbatas, meskipun Kepala negara tidak
bertanggung jawab kepada DPR, ia bukan "Diktator" artinya kekuasaan
tidak terbatas, disini Presiden adalah sudah tidak lagi merupakan mandataris
MPR, namun demikian ia tidak dapat membubarkan DPR atau MPR.
g. Negara Indonesia adalah negara hukum, negara hukum berdasarkan Pancasila
bukan berdasarkan kekuasaan.
Ciri-ciri suatu negara hukum adalah :
a. Pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi yang mengandung persamaan dalam
bidang politik, hukum, sosial, ekonomi, dan kebudayaan.
b. Peradilan yang bebas dari suatu pengaruh kekuasaan atau kekuatan lain dan
tidak memihak.
c. Jaminan kepastian hukum.
d. Kekuasaan Pemerintahan Negara
Pasal 4 ayat 1 UUD 1945 menyatakan bahwa Presiden Republik Indonesia memegang
kekuasaan pemerintahan menurut UUD 1945, Presiden dibantu oleh seorang Wakil
Presiden pasal 4 ayat 2 dalam melaksanakan tugasnya.
Menurut sistem pemerintahan negara berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen 2002,
bahwa Presiden dipilih langsung oleh rakyat secara legitimasi. Presiden
kedudukannya kuat, disini kekuasaan Presiden tidak lagi berada dibawah MPR
selaku mandataris. Akan tetapi jika Presiden dalam melaksanakan tugas
menyimpang dari Konstitusi, maka MPR melakukan Impeachment, pasal 3 ayat 3 UUD
1945 dan dipertegas oleh pasal 7A. Proses Impeachment agar bersifat adil dan
obyektif harus diselesaikan melalui Mahkamah Konstitusi, pasal 7B ayat 4 dan 5,
dan jika Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan Wakil Presiden
melanggar hukum, maka MPR harus segera bersidang dan keputusan didukung 3/4
dari jumlah anggota dan 2/3 dari jumlah anggota yang hadir pasal 7B ayat 7.
e. Pemerintahan Daerah, diatur oleh pasal 18 UUD 1945
Pasal 18 ayat 1 menjelaskan bahwa Negara Republik Indonesia dibagi atas
daerah-daerah propinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah
yang diatur dengan undang-undang. Pasal 18 ayat 2 mengatur otonomi pemerintahan
daerah, ayat tersebut menyatakan bahwa pemerintahan daerah propinsi, kabupaten,
dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi
dan tugas pembantuan, atau pengertian otonomi sama artinya mengatur rumah
tangga sendiri.
f. Pemilihan Umum
Hasil amandemen UUD 1945 tahun 2002 secara eksplisit mengatur tentang Pemilihan
Umum dilakukan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap 5
tahun sekali, diatur pasal 22E ayat 1. Untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden
dan Wakil Presiden pasal 22 E ayat 2.
Dalam pemilu tersebut landasan yang dipergunakan adalah Undang-Undang UU No. 3
Tahun 1999 tentang Pemilu.
g. Wilayah Negara
Pasal 25A UUD 1945 hasil amandemen 2002 memuat ketentuan bahwa, Negara Kesatuan
Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri nusantara dengan
wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan Undang - Undang.
h. Hak Asasi Manusia Menurut UUD 1945
Hak asasi manusia tidaklah lahir mendadak sebagaimana kita lihat dalam
"Universal Declaration of Human Right" pada tanggal 10 Desember 1948
yang ditanda-tangani oleh PBB. Hak asasi manusia sebenarnya tidak dapat
dipisahkan dengan filosofis manusia yang melatarbelakangi.
Bangsa Indonesia didalam hak asasi manusia terlihat lebih dahulu sudah memiliki
aturan hukumnya seperti dalam Pembukaan UUD 1945 alinea 1 dinyatakan bahwa :
"kemerdekaan adalah hak segala bangsa". Sebagai contoh didalam UUD
1945 pasal 28A menyatakan : "Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak
memepertahankan hidup dan kehidupannya ".
Pasal 28A sampai dengan pasal 28J mengatur tentang hak asasi manusia didalam
UUD 1945.
Setelah ditetapkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945, dalam pelaksanaannya,
Undang-Undang Dasar 1945 mengalami masa berlaku dalam dua kurun waktu yaitu :
1. Kurun pertama sejak tanggal 18 Agustus 1945 sampai dengan tanggal 27
Desember 1949.
2. Kurun waktu kedua sejak tanggal 5 Juli 1959 (Dekrit Presiden) sampai
sekarang dan ini terbagi lagi menjadi ketiga masa yaitu : Orde Lama, Orde Baru
dan masa Reformasi.
Sedangkan antara akhir tahun 1949 sampai dengan tahun 1959 berlaku Konstitusi
RIS dan UUDS 1945. Dalam kurun waktu pertama tersebut sistem pemerintahan
negara menurut UUD 1945 belum dapat berjalan sebagaimana mestinya, karena pada
masa tersebut seluruh potensi bangsa dan negara sedang tercurahkan kepada upaya
untuk membela dan mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dimana
kondisi pemerintah sedang diwarnai gejolak politik dan keamanan. Gejolak
tersebut diantaranya terjadi pemberontakan dimana- mana, dan terjadi agresi
Belanda kedua.
Pada pelaksanaan UUD 1945 kurun waktu diatas mengenai kelembagaan negara
seperti yang ditentukan dalam UUD 1945 belum dapat dibentuk sebagaimana
mestinya, sehingga sistem pemerintahanya belum dapat dilaksanakan dengan baik.
Dalam kurun waktu ini sempat diangkat anggota Dewan Pertimbangan Agung Sementara
sedangkan MPR dan DPR belum dapat dibentuk sesuai dengan ketentuan pasal IV
aturan peralihan, sebelum MPR, DPR, dan DPA dibentuk segala kekuasaanya
dijalankan oleh Presiden dengan bantuan Komite Nasional. Berdasarkan ketentuan
tersebut Presiden mempunyai kekuasaan yang sangat besar.
Penyimpangan konstitusional yang sangat prisipil yang terjadi dalam kurun waktu
ini adalah perubahan Sistem Kabinet Presidensial menjadi Kabinet Parlementer.
Atas usul Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP) tanggal 11
November 1945 kemudian disetujui Presiden diumumkan maklumat pemerintah tanggal
14 November 1945 isinya mengenai sistem Kabinet Presidensial menjadi Kabinet
Parlementer. Sejak saat ini kekuasaan pemerintahan dipegang oleh Perdana
Menteri sebagai pimpinan kabinet. Perdana Menteri dan para menteri baik secara
bersama-sama atau sendiri-sendiri bertanggung jawab kepada BPKNIP yang
berfungsi sebagai Dewan Perwakilan Rakyat. Dengan demikian maklumat pemerintah
tanggal 14 November 1945 jelas merupakan penyimpangan dari ketentuan UUD 1945.
Penyimpangan ini sangat mempengaruhi stabilitas politik maupun pemerintahan,
dalam kondisi seperti ini kemudian berdiri Negara RIS, dimana Negara Indonesia
merupakan bagian dari Negara RIS tersebut, secara de facto Negara RI memiliki
kekuasaan hanya sebagian pulau Jawa dan Sumatera, pusat pemerintahan di
Yogyakarta.
Negara federal RIS tidak bertahan lama mulai tanggal 17 Agustus 1950 susunan
negara federal RIS berubah menjadi susunan Negara Kesatuan RI. Tetapi menggunakan
Undang-Undang Dasar yang lain yaitu menggunakan UUD Sementara 1950, menurut
UUDS sistem pemerintahan yang dianut adalah parlementer bukan sistem
pemerintahan Presidensial, pertanggungjawaban para menteri itu juga kepada
parlemen yaitu DPR. Kedudukan Presiden tidak dapat diganggu gugat. Landasan
pemikiran sistem pemerintahan itu didasarkan kepada Demokrasi Liberal yang
dianut oleh negara-negara barat sedangkan sistem Presidensial berpijak pada
landasan Demokrasi Pancasila yang berintikan kerakyatan dan Presiden
bertanggung jawab kepada MPR.
UUD 1945 merupakan hukum dasar terpilih yang bersifat mengikat bagi pemerintah,
lembaga negara, lembaga masyarakat dan setiap warga negra Indonesia, sehingga
semua produk hukum seperti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, serta
kebijaksanaan Pemerintah harus selalu berdasarkan dan bersumber kepada norma,
aturan dan ketentuan yang diberlakukan oleh UUD 1945 disamping hukum dasar yang
tertulis terdapat juga hukum dasar yang tidak tertulis, yaitu aturan-aturan
yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara yang disebut
Konvensi, dimana dalam pelaksannanya tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945.
Sejak dikeluarkan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, yang disebabkan oleh
tidak terjaminnya stabilitas politik, keamanan maupun ekonomi, Konstituante
(hasil Pemilu 1955) yang mempunyai tugas untuk membuat UUD pengganti UUDS 1950
gagal menyusun dan menetapkan Undang-Undang Dasar. Dekrit Presiden 5 Juli 1959
mengandung beberapa diktum yang sangat penting, yaitu :
a. Menetapkan pembubaran konstituante.
b. Menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 berlaku lagi.
c. Pembentukan MPRS yang terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat
ditambah utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan serta DPA sementara akan
diselenggarakan sidang sesingkat - singkatnya.
Masa antara tahun 1959 sampai 1965 (Orde Lama) lembaga- lembaga negara belum
dibentuk seperti ; MPR, DPR, DPA, dan Badan Pemeriksa Keuangan sebagaimana yang
ditentukan oleh UUD 1945. Lembaga-lembaga tersebut diatas sifatnya masih
sementara dan fungsinya lembaga-lembaga tersebut juga masih belum sesuai dengan
UUD 1945 misalnya:
1. Presiden telah mengeluarkan produk-produk legislatif yang mestinya berbentuk
Undang-Undang (dengan persetujuan DPR) dalam bentuk penetapan Presiden tanpa
persetujuan DPR.
2. MPRS melalui ketetapan MPR No. II/MPR/1963 mengangkat Presiden Soekarno
seumur hidup disini bertentangan dengan UUD 1945 yang menyatakan masa jabatan
Presiden 5 tahun dan sesudahnya dipilih kembali.
3. Hak budjet DPR tidak berjalan karena pemerintah tidak mengajukan RUU APBN
untuk mendapatkan persetujuan DPR. Bahkan pada tahun 1960, karena DPR tidak
menyetujui RAPBN yang diajukan oleh pemerintah maka, Presiden lalu membubarkan
DPR.
4. Kekuasaan peradilan menjadi tidak bebas campur tangan pemerintah hal ini
terlihat dalam Undang-Undang No. 19 tahun 1964 tentang ketentuan-ketentuan
pokok kekuasaan kehakiman dimana pasal 19 menyatakan bahwa Presiden dapat turun
atau campur tangan dalam soal-soal peradilan.
Beberapa akibat kasus penyimpangan UUD 1945 tersebut membawa buruknya keadaan
politik dan keamanan serta kemerosotan dibidang ekonomi. Keadaan demikian
mencapai puncaknya pada pemberontakan G 30 S PKI yang gagal pada tahun 1965.
Kurun waktu Orde Baru tahun 1966 sampai 1998 yang mempunyai tekad melaksanakan
Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Karena telah terbukti bahwa
pemberontakan G 30 S yang didalangi oleh PKI maka rakyat menghendaki dan
menuntut PKI dibubarkan. Namun pada waktu itu pimpinan negara tidak mau
memenuhi tuntutan rakyat sehingga timbul "situasi konflik "antara
rakyat satu pihak dan Presiden dilain pihak. Keadaan dibidang politik, ekonomi,
dan keamanan semakin tidak terkendali, oleh karena itu rakyat dengan dipelopori
oleh pemuda/mahasiswa menyampaikan tuntutannya yaitu Tri Tuntutan Rakyat
(TRITURA) yaitu :
1. Bubarkan PKI.
2. Bersihkan kabinet dari unsur-unsur PKI.
3. Turunkan harga-harga / perbaikan ekonomi.
Gerakan TRITURA semakin meningkat sehingga Presiden mengeluarkan Surat Perintah
Sebelas Maret 1966 kepada Letnan Jenderal TNI Soeharto, dengan lahirnya
SUPERSEMAR oleh rakyat dianggap sebagai lahirnya Orde Baru.
Dengan berlandaskan pada Surat Perintah 11 Maret 1966, pengemban SUPERSEMAR
pada tanggal 12 Maret 1966 membubarkan PKI dan ormas-ormasnya jadi dengan
demikian tanggal 19 Maret 1966 dinyatakan sebagai titik awal Orde baru. Dalam
masa ini telah dapat berhasil melaksanakan Undang-Undang Dasar 1945 dalam hal
pembentukan lembaga-lembaga Negara dan lain-lain, namun perkembangan lebih
lanjut Orde Baru didalam melaksanakan kekuasaan negara/pemerintah, sejalan
dengan proses yang dihadapi ternyata terjadi penyimpangan-penyimpangan yang
terlihat kepada pelaksanaan kekuasaan pemerintah mengarah otoriter. Dari
pemerintah otoriter ini muncul terjadinya konflik horisontal maupun vertikal
yang diakhiri oleh lengsernya Presiden Soeharto tanggal 21 Mei 1998, kemudian
beralih kepada Pemerintah beraliran Reformasi.
UUD 1945 pada masa era globalisasi yang ditandai oleh reformasi berawal dari
ketetapan MPR RI No. IV/MPR/1999 tentang GBHN kemudian disusul oleh Tap-Tap MPR
yang lain. Dari segi pengembangan hukum terlihat pada Tap MPR No. III/MPR/2000
tentang sumber hukum dan tata urutan peraturan perundangan.
Sejak adanya perubahan / amandemen UUD 1945 yang pertama tersirat materi muatan
konstitusi hanya diatur dalam UUD 1945 kemudian amandemen tersebut sampai
perubahan keempat, secara lengkap proses amandemen pasal-pasal dimaksud dapat
diperhatikan pada lampiran. Didalam era reformasi ini Pancasila tetap
dipertahankan sebagai Dasar Negara dan Pancasila sebagai idiologi nasional yang
merupakan cita-cita dari tujuan negara. Didalam pengembangan lebih lanjut bahwa
Pancasila sebagai paradigma yaitu merupakan pola pikir atau kerangka berpikir,
disini menunjukkan bahwa pembukaan UUD 1945 memiliki peranan penting yang
menjadi satu kesatuan bersama UUD 1945. Menyangkut perubahan/amandemen UUD 1945
dimaksud diantaranya adalah untuk menghadapi perkembangan yang begitu cepat
terjadi didunia ini.
sumber :
Diktat Kuliah Pendidikan Pancasila, Univ.Gunadarma, Jakarta 2007
http://indopedia.gunadarma.ac.id/content/12/127/id/undang_undang-dasar-1945.html